Buah Pena
College
Life
Teknik Industri UGM
Teknik Industri; Kejarlah Jurusan, Bukan Kampus!
A journey of a thousand miles begins with a single step.
I've chosen this path to start it.
Setelah
sekian lama akhirnya aku bisa update blog ini. Jujur, agak aneh juga ketika aku
membaca timbunan cerita yang sudah aku kisahkan selama beberapa tahun terakhir
di blog ini. Dari yang bahasanya masih alay, hingga resolusi
terakhirku sebelum turun ke medan perang siswa kelas XII.
Life has been really good. It
feels so good to realize that I’m finally a college student. Moreover, I’ve
been accepted in one of the biggest universities in Indonesia; majoring a major
which I’ve chased since long ago.
Prequel dari Sebuah Sequel
Kali ini aku bakal melanjutkan
ceritaku semenjak posting terakhir. Anggap saja postingan kali sebuah sequel
tahap awal terhadap “masa depan” yang udah mulai aku rangkai sejak detik ini. Ujian
Nasionalku berjalan lancar. Akhirnya setelah empat tahun SMA
(dear readers tahu
kan kalo aku harus ngulang kelas XII? Hahaha) aku bisa lewatin ujian tersebut
dengan hasil yang memuaskan. Tahun lalu di sekolahku nilai UN IPA tertinggi
adalah 56.20. Dengan pede, aku targetin nilai aku minimal 56.00 dengan beberapa
nilai sepuluh.
Pada kenyataannya aku dapet
56.20, dengan tanpa nilai sepuluh.
I guess it was such a great
achievement. I’ve got flying colors on my marks and I was so content with them.
Selanjutnya adalah SNMPTN, or
you may say Jalur Undangan. Aku pilih FTI ITB dan SAPPK ITB untuk kampus 1. Kampus
2 aku kosongkan. Waktu itu aku masih merasa was – was jika harus “terjebak” di
Jawa Tengah (aturannya mengharuskan salah satu pilihan kampus harus ada di
provinsi asal sekolah). Aku sih pede aja buat keterima. Toh selama ini semua
nilaku (rasanya) di atas rata – rata, ditambah piagamku selama ini yang bisa
buat poin plus. Selain itu yang memilh ITB hanya segelintir orang (bayangkan
yang UGM ada ratusan sendiri sepertinya) sehingga persaingannya tidak begitu
ketat.
I wasn’t even accepted at all.
Waktu itu aku merasa kurang begitu syok sih. Soalnya, data SNMPTN yang dimasukkan
sekolahku salah. Kata panitia SNMPTN aku tidak boleh mengisi data dari SMA-ku
di Amerika Serikat sehingga aplikasiku otomatis digugurkan. Agak aneh memang,
soalnya di aplikasi itu ada opsi “Pertukaran Pelajar” yang jelas – jelas meminta
data sekolahku pas di AS.
Orangtua sebenarnya yang paling
tidak bisa menerima kegagalanku di SNMPTN. Ini lah yang sebenarnya membuatku
merasa sedih. Bayangkan raut muka orang tua dear readers ketika mengetahui anak
mereka tidak lolos masuk PTN yang diingankan. Terlebih lagi, lebih dari
setengah teman anaknya lolos jalur undangan (in my school we have more than 70
students accepted in UGM. Wow!). Miris? Ah, engga juga! Waktu itu aku
memutuskan buat menjadi pejuang SBMPTN seutuhnya. Dan hal pertama yang perlu
aku tembak adalah pilihan jurusanku kedepan.
Teknik Industri. Finally?
Kali ini aku bakal masuk ke
inti postingan; jurusan tempat aku melabuhkan pilihan terakhirku.
Semenjak kegagalanku di SNMPTN aku mulai memikirkan pilihanku selama ini.
Apakah aku yakin mau masuk ITB? Tetep mau FTI/ SAPPK? Masih tertarik engga sama
planologi? Atau Hubungan Internasional, yang udah jadi mimpi kamu saat dulu
kelas sepuluh sampai sebelas SMA. Aku sampai di suatu titik dimana aku pun
perlu mengakomodasi semua passionku selama ini dengan jurusan yang hendak aku
pilih. Tak lama, aku pun mantap memilh teknik industri.
Why industrial engineering?
Nah, ini dia pangkal utamanya!
Aku masih ingat pertama kali tahu jurusan ini dari suatu bacaan. Lalu saat ada try
out di sekolah aku ikut kelas sosialisasi jurusan ini. Di situ aku mulai sadar
akan minatku; yang sepertinya bisa terakomodasi dengan memelajari ilmu
keteknikan yang satu ini. Seorang seniorku pernah bilang kalau jurusan ini
adalah jurusan paling absurd di fakultasnya; jurusan banci. I was like
seriously?
Usut punya usut, jurusan ini
memang beda dengan jurusan lainnya. Pernah aku baca suatu artikel yang
menjelaskan ilmu keteknikan. Teknik itu dibagi menjadi empat cabang utama;
teknik kimia, sipil, elektro, dan mesin. Ada juga sub-cabangnya seperti teknik
lingkungan, arsitektur, dan industri.
Lalu, apa bedanya?
Untuk memermudah aku bikin
ulasan singkat. Teknik sipil adalah jurusan yang berfokus pada desain dan
konstruksi fasilitas umum dan swasta, seperti infrastruktur, jembatan,
bendungan dan bangunan. Nah, dari situlah muncul suatu disiplin ilmu baru yang
namanya teknik lingkungan. Teknik ini berkaitan dengan bidang pengelolaan dan
rekayasa lingkungan yang memanfaatkan prinsip-prinsip dan praktek-praktek
rekayasa serta manajemen untuk memelihara dan melindungi kesehatan dan
keselamatan manusia, serta lingkungan yang terdiri dari air, tanah, udara,
secara keseluruhan.
Selanjutnya adalah objek
ilmunya. Teknik mesin berkutat pada hal konkret seperti permesinan. Lalu,
muncullah suatu gagasan dimana teknisi juga memerlukan ilmu manajemen, tidak hanya mesin terus yang dihandle. Hal ini
diperlukan untuk menjembatani berbagai macam objek dalam suatu industri. Nah,
lahirlah teknik industri yang merupakan gabungan dari ilmu keteknikan dan ilmu
manajemen. Jurusan ini mempelajari tentang perancangan, penginstalan, dan
perbaikan serta pengembangan suatu sistem yang integral yang terdiri dari
manusia, material, peralatan, energi, dan informasi agar tercapai prosedur
operasi/kerja sistem yang efektif dan efisien.
This is the thing that
fascinates me the most!
Bayangkan, sebagai seorang
industrial engineer banyak hal bisa aku lakukan dan eksplor! Aku bukan tipe
orang yang bisa duduk diam di depan mesin sambil merapal mantera – mantera fisika
yang sepertinya selalu terbang entah kemana. Aku juga bukan seorang
diplomat-oriented person yang gila akan hal – hal berbau isu internasional dan
sistem hukum antarnegara. Aku pun juga tidak rela jika harus hijrah dari Saudi
Saintek ke Semenanjung Soshum!
Aku labuhkan pilihanku pada
teknik industri. Awalnya, aku blas tidak ada niatan untuk berkecimpung dalam
hal keteknikan. But, hey, it's actually a branch of engineering that deals with
the creation and management of systems that integrate people, materials, and
energy in productive ways. Objek utama selama perkuliahanku adalah sistem,
bukan lagi hal – hal konkret yang biasa ditangani oleh teknisi pada umumnya.
Beberapa waktu lalu aku sempat menulis
alasanku memilih jurusan teknik industri dalam Bahasa Inggris. Aplikasi beasiswa,
siapa tahu lah bisa meringankan beban orang tua. Kali ini aku kutipkan dua paragraf
yang paling menggambarkan hal ini;
Traditionally, a major aspect of industrial engineering was planning the layouts of factories and designing assembly lines and other manufacturing paradigms. And now, in so-called lean manufacturing systems, industrial engineers work to eliminate wastes of time, money, materials, energy, and other resources. It has a really wide range of occupation selections, which is one reason why I want to take this major. I believe that it really suits my personality and passion. I like science, but I don't want to sit in a place working on my own. I want to be more outgoing like managing projects, working in group, being creative to solve a problem. I don’t want to be a traditional engineer who only focuses in one subject. I’ve spent a quarter of my life in organizations and clubs, even going abroad to gain better intercultural experience. Thus I know that I need a major which is able to accommodate my character. Industrial Engineering suits me best.
Kedengarannya asyik, bukan?
Setelah menemukan jurusan yang
tepat, aku dihadapkan pada salah satu pilihan sulit lainnya; menentukan
universitas.
Saat itu yang dalam otakku
hanya teknik industri. Tidak ada yang lain, sehingga aku sangat bingung ketika
bimbelku menanyakan pilihan kedua dan ketiga untuk SBMPTN. Dengan perasaan
nervous, aku beranikan diriku untuk mengambil suatu keputusan berani. Aku
memilih teknik industri di SEMUA pilihan dari tiga universitas yang berbeda.
Ketika Memilih Jurusan (Terasa) Lebih Penting Daripada Kampus
Awalnya banyak pihak yang
mempertanyakan keputusanku. Pertama orang tua, yang masih agak syok dengan
pengalaman SNMPTN lalu. Mereka pun masih berharap jika aku bisa berpikir lagi
sebelum benar – benar melepas beasiswa President University. Terlebih mereka
masih sangat awam akan jurusan ini. Dengan perjuangan panjang, Alhamdulillah
orang tua mulai terbuka pikirannya. Keduanya sedikit demi sedikit mulai
mengerti apa itu teknik industri, apa saja yang dipelajari, hingga prospek
kedepannya. Mereka pun akhirnya menyetujui dan merestui pilihanku kali ini.
(yay!)
Selanjutnya, pihak bimbel yang
selama ini menemani hari - hariku sebagai pejuang SBMPTN. Kepala cabang
menyanyangkan pilihanku yang ketinggian. Memang sih teknik industri termasuk
jurusan favorit sehingga passinggradenya tinggi. Selama try out pun aku sama
sekali belum pernah tembus pilihan satu. Yang sering lolos hanya pilihan dua
dan (hampir selalu lolos) pilihan tiga. Parahnya, yang aku pilih adalah tiga
universitas besar di Indonesia (tau sendiri lah) yang pesaingnya luar biasa
banyak. Saat itu kuota SBMPTN hanya 30% dari jumlah kursi, berbeda dengan
SNMPTN yang 50% sendiri.
Memang, hal tersulit dalam “memilih
jurusan ketimbang universitas” adalah ketika dear readers mengetahui betapa
riskan pilihan yang dear readers akan ambil. Contoh, passing grade teknik industri
tiga universitas yang aku pilih tadi hanya beda sangat tipis. Berbeda jika aku
memasukkan pilihan ketigaku dengan jurusan cadangan seperti teknik pertanian. Hal
itu tentu akan memberi jaminan lebih kuat buat diterimanya aku di PTN nanti.
Namun, apakah aku suka dengan
pilihanku itu? Bayangkan ketika aku nanti berlabuh di teknik pertanian. Walau UGM-pun
aku pasti akan merasakan rasa sesal yang cukup dalam. Bukannya mau sombong,
tapi selama ini kan jurusan idamanku adalah teknik industri. Aku ga mau jadi seorang hipokrit yang bakal dengan mudahnya bilang “aku bakal jalani dulu,
siapa tau jodoh dan udah jadi takdir Tuhan”. Aku juga takut jika nanti aku
sampai di suatu titik dimana aku jenuh dalam menghadapi perkuliahan. Di saat –
saat seperti itu lah aku akan dalam fase riskan mempertanyakan kecocokanku di
jurusan itu.
Aku tidak mau jika harus keluar
kuliah, mengulang kembali tes – tes masuk PTN demi mengejar hal yang sempat aku
sia – siakan sebelumnya.
Memang arogansiku cukup kuat
dalam hal ini. Aku sendiri pun sudah siap jika harus menerima konsekuensinya
pada saat itu. Untungnya dari hasil try out selama ini aku selalu lolos
setidaknya di pilihan ketiga. Hey, pilihan nomor berapa ratus-pun aku bakal
suka kalau itu teknik industri. Emang sih kampus berpengaruh juga dalam
menentukan kebahagiaanku nanti, haha. Hal ini (untungnya) sudah aku siasati dengan memilih
tiga universitas dengan passing grade teknik industri tertinggi di buku SMS GO
(halah!). Aku targetkan pilihanku di Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta sesuai
dengan peringkat passing grade. Keterima di manapun pasti aku sudah bakal
seneng banget kok O:-)
The Battlefield
Flash forward ke medan perang
SBMPTN 2013. Soalnya susah. Jauh lebih rumit ketimbang soal SNMPTN tertulis
tahun – tahun sebelumnya. Bayangkan, soal kimia SBMPTN aja 11;12 susahnya
seperti SIMAK UI! Pengen banget aku lambaikan tangan ini ke kamera, biar kru
Dunia Lain bisa ngebantu aku sadar dari kesurupan setan SBMPTN. Saat aku
mengumpulkan lembar jawabku ke bimbel pun aku gak mau cocokkan. Rasanya bakal
sedih banget jika tahu passing grade aku dibawah target semula.
Jujur, aku ingin deh bikin
postingan sendiri pas menyiapkan SBMPTN 2013. Jadi kali aku langsung skip ke
saat – saat penentuan aja ya hahaha.
Skipping Many Heart Beats
Suatu hari yang indah, tiba –
tiba muncul tulisan ini di web SBMPTN;
Aku ketar – ketir. Pengumumannya
dimajukan! Seharusnya sih tanggal 11 Juli, namun entah kenapa panitia SBMPTN
bilang kalau hasil koreksi lebih cepat dari tanggal perkiraan dulu. Terlebih,
pengumuman SBMPTN sengaja dipercepat agar bisa mendahului masuknya bulan
Ramadan.
Kan ga lucu pas hari pertama
puasa, lagi laper – lapernya, harus nunggu di depan laptop buat ngecek masa
depan untuk empat tahun mendatang.
Waktu itu aku sendirian di
rumah. Bapak sedang pergi. Mamah sedang menjaga yangkong di rumah sakit. Si Dessy
pun entah lagi di mana. Di depan laptop pun aku terdiam menikmati saat – saat menegangkan
dalam hidupku.
Perasaanku udah campur aduk. Jujur,
aku merasa pertarungan batinku ini jauh lebih parah ketimbang saat SBMPTN lalu.
Bayangan “maaf, anda belum berhasil” saat SNMPTN kembali kayak berusaha menhantui
pikiranku yang lagi bumpet itu.
Di saat waktu penantian sudah
habis, aku rapalkan berbagai ayat suci untuk menemani tanganku mengetikkan
nomor perserta dan tanggal lahir.
Daaan …
...
...
ALHAMDULILLAH!
Waktu itu aku gemetar, benar –
benar bahagia banget! Akhirnya aku bisa diterima di jurusan idamanku, terlebih
di kampus keinginanku pula. Rasanya hilang semua letih perjuanganku menghadapi
SBMPTN lalu. Pokoknya Allah memang tahu apa yang terbaik buat hambanya yang
sedang membutuhkan!
Selanjutnya aku telpon mamah. Aku
bilang kalo aku ga lolos SBMPTN. BELIAU SYOOOOK ABIS! Walo gitu, dia keukeuh
kalo aku keterima SBMPTN. Ga tega, akhirnya aku bilang kalo aku akhirnya lolos
juga. Hahaha.
The Guillotine above My Neck
Mungkin dear readers agak bingung
sama tulisan “The Guillotine above My Neck” di atas. Sebenarnya aku bermaksud
menegaskan bahwa kebahagiaanku ini membawa banyak kewajiban yang harus aku
penuhi sebagai seorang (calon) mahasiswa. Guillotine sendiri kan alat pancung
yang pernah terkenal di saat Revolusi Perancis ratusan tahun lalu. Banyak tokoh
yang kehilangan kepalanya karena instrumen eksekusi mati ini.
Heads will roll, Doni!
Creepy, but this is a warning! Aku udah jadi anak kuliah. Aku bakal mengemban lebih
banyak tanggung jawab dan harus bersikap dewasa. Namun rasa was – was ini cukup
terobati dengan statusku yang akhirnya bisa berubah (bukan single ke in
relationship, tapi dari siswa ke mahasiswa).
Oh, dan ternyata sampai juga
aku di tahap akhir orgasme pikiran yang berhasil membuatku mengetik postingan
ini nonstop tiga jam sendiri. Sekali lagi, tulisan ini bukanlah suatu saran
atau motivasi. Tulisan ini hanyalah buah pikiran dari pengalaman yang pernah
aku dapat sebelumnya; pengalaman yang setidaknya telah berdampak besar dalam
menapak masa depanku. Setidaknya, kalian bisa mencicipinya lewat tulisan ini
dan merefleksikannya dalam hidup kalian (yang galau jurusan cung semua!
Hahahaha)
Akhirnya gak jadi SMA 5 tahun,
Doni Achsan
15 comments
wah keren kak! Selamat jadi mahasiswa IE UGM ;)
ReplyDeleteTahun depan aku deh yang harus berjuang~
Hehe, salam kenal ya kak :)
makasih. semangat dek! kalo bisa undangan aja. soalnya walo sbmptn greget, kalo ada yg lebih mudah kenapa engga? hehehe.
ReplyDeleteoke, kenalan juga. aku doni #krik
'bukan single ke in relationship' kapan gantinya kak? mhehhehe
ReplyDeleteMosok endingnya: "Akhirnya gak jadi SMA 5 ....."
ReplyDelete@om yuddy: "gak jadi sma 5 tahun" itu maksudnya "akhirnya bisa lolos UN juga". kalo ga lulus UN kan saya bakal ngulang setahun lagi. padahal sebelumnya udah ke-skip setahun buat exchange :p
ReplyDelete@amanda: wah, kalo itu mah tunggu tanggal mainnya B-)
Oh, SMA 5 tahun, to?! Kirain SMA 5 Magelang.....
ReplyDeletehalo mas salam kenal, aku baru baca postingan mas ini. makasih postingannya bisa jadi masukan buat aku. :)
ReplyDeleteFti itb. Amin
ReplyDeletenice banget gan,memotivasi banget untuk memantapkan pilihan jurusan yg kita minati.Bukan ingin mencari "almamater" semata,tapi benar-benar apa yg kita minati dan menjadi passion kita.
ReplyDeleteSemoga hal seperti ini juga berpihak kepadaku. aamiin
kak boleh minta id line nya atau tidak? mau tanya2 seputar tekind UGM nya, makasih :)
ReplyDeleteWaaah, mantap kak, Anak AFS kah?
ReplyDeleteBaca postingan ini sesaat setelah finalisasi SNMPTN, abis itu search di mbah "snmptn teknik industri", dan malah terlempar ke blog ini, hehe...
Teknik Industri! Semangat!
Iya, dulu saya AFS. Siap, saya tunggu ya ;)
DeleteHalo kak!
ReplyDeleteMau tanya dong, di teknik industri apa yg susah mata kuliahnya? Dan knp bisa susah? Makasih kak...
Kak mau tanya, setelah lulus teknik industri ini bisa apply ke bagian mana aja ya kak? Makasih
ReplyDeleteTerima kasih informasinya sangat berguna.
ReplyDeleteleave your reply here